MAKALAH MODEL TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT)

  
MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA 
“MODEL PEMBELAJARAN TGT ( TEAMS GAMES TOURNAMENT)”     
DOSEN PENGAMPU : 
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd., M.Pd. 
AHMAD SYARKOWI, S.Pd., M.Pd. 
Drs. M. HIDAYAT, M.Pd.  
DI SUSUN OLEH  
KELOMPOK 7 : 
1. Anna Mepti Febria (A1C317042)
 2. Archi Herman Syahputra (A1C317028) 
3. Hilma Fadhila ( A1C317048) 
4. Nanya Aprilia (A1C317066)   

PENDIDIKAN FISIKA PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 
UNIVERSITAS JAMBI
 2018 
  
KATA PENGANTAR 

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seruan alam yang selalu melimpahkan petunjuk, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalan ini dengan judul “Pengetahuan dan teknik pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan”. Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah strategi belajar mengajar fisika dan menambah pengetahuan serta wawasan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan fisika. Selama proses penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali kesulitan-kesulitan yang penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun dalam merangkai kata demi kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak pernah menyerah serta kerja sama yang baik dari kelompok, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata maupun dalam penyusunan bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk memberi sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun yang akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.    
Jambi, 28 Oktober 2018   
       Penulis        
  
DAFTAR ISI  
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii 
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 2 
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................................ 3 2.1.1 Pengertian model TGT ( Teams Games Tournament) ......................... 3 2.1.2 Fungsi Model TGT ( Teams Games Tournament) .............................. 11 2.1.3 Unsur-unsur model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournament) ............................................................................................. 14 2.1.4 Roles of the Facilitator (teacher) in TGT ( Teams Games Tournament) ................................................................................................................... 31 2.1.5 Kelebihan dan kelemahan Model TGT ( Teams Games Tournament) ................................................................................................................... 32 2.2 Kajian Kritis.................................................................................................. 36 
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................................... 37 B. Saran  ................................................................................................................ 37 
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39         
  
BAB I PENDAHULUAN  

1.1 Latar Belakang Pendidik menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 adalah profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengrahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan  formal  maupun  pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Oleh karena proses belajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan peran aktif antara pendidik dan peserta didik maka dari itu dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang mampu memudahkan pendidik dalam menyampaikan materi dan mampu memudahkan peserta didik dalam menerima dan memahami materi yang diberikan sehingga prestasi peserta didik dapat meningkat. Pada proses pembelajaran pendidik dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan metode yang digunakan pendidik hanya menyampaikan  materi  yang  sesuai  dengan silabus, hal itu didapatkan ketika peneliti melakukan  wawancara  dengan  pendidik. Pendidik mengungkapkan bahwa proses pembelajaran teori diberikan hanya 1-2 kali pertemuaan ketika menjelang mid semester sehingga proses belajar mengajar berjalan kurang efektif ( Musyafa dan Djatmiko, 2015 : 371). Salah satu cara untuk mengembangkan   kompetensi  siswa dalam kerja sama adalah melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif berfokus pada penggunaan sekelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Salah  satu  model  pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournaments (TGT). Pada model TGT siswa akan berkompetisi dalam permainan sebagai wakil dari kelompoknya. Setiap kelompok bersaing mengumpulkan nilai untuk menjadi juara dalam permainan tersebut. Selain 
  
bertanggung    jawab    pada    kelompok, setiap siswa juga bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri karena setiap siswa dituntut untuk mampu menyelesaikan soal dalam game tersebut . Dengan model TGT ini diharapkan setiap siswa dapat termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuannya (Rosyana dan mulyani, 2014 : 75). 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran TGT (  Teams Games Tournament). 2. Untuk mengetahui fungsi dari model pembelajaran TGT (  Teams Games Tournament). 3. Untuk mengetahui unsur-unsur model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournament) 4. Untuk mengetahuin Roles of the Facilitator (teacher) in TGT ( Teams Games Tournament) 5. Untuk mengetahui Kelebihan dan kelemahan Model TGT ( Teams Games Tournament)                
  
BAB II PEMBAHASAN 
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian model TGT ( Teams Games Tournament) Kurniasih, (2012) dalam solihah (2016 : 47) menyatakan bahwa, “Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau metode pembelajaran kooperatif yang mudah di terapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa  tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan”.  Kusumandari, (2011) dalam solihah (2016 : 48) menyatakan bahwa: “Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku/ras yang berbeda”.  Musyafa dan Djatmiko (2015 : 372 ), Model  pembelajaran  TGT  adalah  salah satu  tipe  atau  model  pembelajaran  kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.  Menurut Yulhendri dan Syofyan (2016 : 58-59), Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu tipe model pembelajaran koperatif yang melibatkan kelompok, di dalamnya terdapat suatu games tournament. Dalam TGT siswa di bagi menjadi beberapa tim belajar yang terdiri dari 4 samapi 6 orang yang berbeda tingkat kemampuannya, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Teams-Games-Tournaments (TGT) was originally developed by David DeVries and Keith Edwards (1972) at the Johns Hopkins University. It is a type of cooperative learning method. The students compete with members of other teams to contribute points to their team score. Students compete in at least threeperson “tournament tables” against others with a similar past record in mathematics. After then a procedure changes table assignments to keep the competition fair. The winner at each tournament table brings the same number 
  
of points to his or her team, regardless of which table it is; this means that low achievers and high achievers have an equal opportunity for success. High performing teams earn team rewards (Salam and Hossain, 2015 : 4).  Terjemahan :   Teams-Games-Tournaments (TGT) pada awalnya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards (1972) di Universitas Johns Hopkins. Ini adalah jenis metode pembelajaran kooperatif. Para siswa berkompetisi dengan anggota tim lain untuk berkontribusi poin pada skor tim mereka. Siswa berkompetisi dalam setidaknya tiga orang “meja turnamen” melawan yang lain dengan catatan masa lalu yang serupa dalam matematika. Setelah itu prosedur mengubah penugasan tabel untuk menjaga persaingan tetap adil. Pemenang di setiap meja turnamen membawa jumlah poin yang sama ke timnya, terlepas dari tabel mana itu; Ini berarti bahwa orang yang berprestasi rendah dan berprestasi tinggi memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim berkinerja tinggi mendapatkan imbalan tim (Salam dan Hossain, 2015: 4). According to frianto, et al., (2016 : 75), Team game tournament is an effective technique of cooperative learning wherein groups are created that function in the class for a period of time. This method is one of the learning strategies designed by Robert Slavin for the purpose of review and mastery in the learning. This method was basically to increase student’s skills, increase interaction and self-esteem between students. In this technique the students study in the class. The materials are supplied and are taught in groups or individually through different activities. The students after receiving the material review it and then bring 2-6 points from their study into their assigned groups. Since the tournament is based on a material there is a specific answer. Terjemahan : Menurut frianto,dkk , (2016: 75), turnamen permainan Tim adalah teknik pembelajaran kooperatif yang efektif di mana kelompok diciptakan yang berfungsi di kelas untuk jangka waktu tertentu. Metode ini adalah salah satu strategi pembelajaran yang dirancang oleh Robert Slavin untuk tujuan peninjauan dan penguasaan dalam pembelajaran. Metode ini pada dasarnya untuk meningkatkan keterampilan siswa, meningkatkan interaksi dan harga diri 
  
antara siswa. Dalam teknik ini para siswa belajar di kelas. Materi diberikan dan diajarkan dalam kelompok atau secara individu melalui kegiatan yang berbeda. Para siswa setelah menerima materi yang ditinjau dan kemudian membawa 2-6 poin dari studi mereka ke dalam kelompok yang ditugaskan. Karena turnamen didasarkan pada materi, ada jawaban khusus. Team game tournament (TGT) is an effective technique of cooperative learning, thus, in groups are created that cooperative function in the class room for a period of time (Frianto et al, 2016). Cooperative learning with the TGT has similarities to STAD (Student Team Achievement Division) method in group formation and delivery of material, but TGT replaces quiz with tournaments or competitions where students play games or academic games with team members or other groups to contribute points for team or group scores. A teammate or group will help each other in preparing for the game by studying activity sheets and explaining problems with each other, but when students are playing in games, other friends should not help, and teachers need to make sure they happen to be responsible answer individually (Slavin in Ritonga, 2017 : 120). Terjemahan : Turnamen permainan tim (TGT) adalah teknik pembelajaran kooperatif yang efektif, sehingga, dalam kelompok diciptakan fungsi koperasi di ruang kelas untuk jangka waktu tertentu (Frianto et al, 2016). Pembelajaran kooperatif dengan TGT memiliki kesamaan dengan metode STAD (Student Team Achievement Division) dalam pembentukan kelompok dan pengiriman materi, tetapi TGT menggantikan kuis dengan turnamen atau kompetisi di mana siswa memainkan game atau permainan akademis dengan anggota tim atau kelompok lain untuk berkontribusi poin untuk tim atau skor grup. Rekan tim atau kelompok akan saling membantu dalam mempersiapkan permainan dengan mempelajari lembaran aktivitas dan menjelaskan masalah satu sama lain, tetapi ketika siswa bermain dalam permainan, teman-teman lain tidak boleh membantu, dan guru perlu memastikan bahwa mereka adalah jawaban yang bertanggung jawab. individual (Slavin in Ritonga, 2017: 120). 
  
TGT (Tim Game Tournament) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompokbelajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan,jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing (Sunarto,2010:62-63). According to Kagan (1994), Teams-Games-Tournament, one of the cooperative learning techniques, is defined as “a carefully structured sequence of teaching-learning activities, a blend of three educational techniques-small groups, instructional games, and tournaments”. It is designed to complement regular instruction in upper elementary, junior and senior high school classrooms (Yopita, 2017 : 23 ). Terjemahan : Menurut Kagan (1994), Teams-Games-Tournament, salah satu teknik pembelajaran kooperatif, didefinisikan sebagai "urutan kegiatan belajarmengajar yang disusun secara cermat, perpaduan tiga teknik pendidikan - kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen" . Ini dirancang untuk melengkapi instruksi reguler di kelas atas sekolah dasar, SMP dan SMA (Yopita, 2017: 23). Metode TGT ini di kembangkan oleh Slavin dan rekannya, penerapan metode ini hampir sama dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format intruksional, dan lembar kerjanya. Perbedaannya adalah komposisi kelompok pada STAD berdasarkan kemampuan,ras,etnis,dan gender, sedangkan pada TGT hanyalah berfokus pada tingkat kemampuannya saja. Selain itu, pada STAD yang igunakan adalah kuis, sedangkan pada TGT diganti dengan game akademik. TGT sering digunakancdengan kombinasi pembelajaran metode STAD. Menurut Slavin, TGT dsn STAD bisa dilaksanakan secara bergantian. Teknis pelaksanaan TGT mirip dengan STAD yaitu persentasi kelas (sama seperti dalam STAD), tim(pembentuakan tim berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda), tahap ketiga,yaitu turnamen atau game akademik, danrekognisi tim (sama seperti STAD). Setelah turnamen pertama, siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen yang terakhir. Pemenang pada tiap meja akan naik tingkat ke meja berikutnya yang lebih tinggi dan siswa yang 
  
mempunyai skor terendah diturunkan tingkatanya. Setelah turnamen atau game akademik selesai, maka dilakukan rekognisi tim. Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim. Turnamen merupakan perbedan antara STAD dan TGT, pada STAD dinamakan dengan kuis. Turnamen merupakan struktur di mana game akademik berlangsung. Turnamen berlangsung setelah dosen memberikan persentasi kelas, dan tim sudah belajar kelompok terhadap lembar kegiatan kelompok. Pada turnamn pertama pengajar harus mendapatkan siswanya berada pada meja turnamen. Tiga siswa berprestasi tinggi pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya (Huriah, 2018: 69-70).  
TGT is an innovative, small group teaching technique. The method is grounded in current theory,applies to diverse problems and settings,  and provideds clear criteria for evaluating program effects. The technique alters the traditional classroom structure and gives each student an equal opportunity to achieve and to receive positive reinforcement from peers by capitalizing on team coorperation, the popularity  of games, and the spirit of the competitive tournaments. Group reward structures setup a learning situtation wherein the performance of each group member furthers the overall group goals. This has been found shown to increase individual members’ support for group performance, to increase performance itself under a veriety of similar cir to be successful in helping students acquire and relain knowledge in such areas as nutrition, alcohol, and drug abuse ( Wordarski and feit 2011). Terjemahan : TGT adalah teknik pengajaran kelompok kecil yang inovatif. Metode ini didasarkan pada teori saat ini, berlaku untuk beragam masalah dan pengaturan, dan memberikan kriteria yang jelas untuk mengevaluasi efek program. Teknik ini mengubah struktur kelas tradisional dan memberikan setiap siswa kesempatan yang sama untuk mencapai dan menerima penguatan positif dari rekan-rekan dengan memanfaatkan kerjasama tim, popularitas permainan, dan semangat turnamen kompetitif. Struktur ganjaran kelompok mengatur suatu situtasi pembelajaran di mana kinerja setiap anggota kelompok akan meningkatkan keseluruhan gol kelompok. Ini telah ditemukan terbukti meningkatkan dukungan anggota individu untuk kinerja kelompok, untuk 
  
meningkatkan kinerja itu sendiri di bawah a veriety dari cir serupa untuk menjadi sukses dalam membantu siswa memperoleh dan mendapatkan pengetahuan di bidang-bidang seperti nutrisi, alkohol, dan penyalahgunaan obat (Wordarski dan feit, 2011). TGT is similar to STAD, but instead of quizzes, the students play academic games competing with individuals of the same level of ability. At the tournament, students are assigned to three person ability-homogeneous tournament tables. To ensure fair competition at each tables, three students with the highest past performance scores are assigned to Table 1, the next three to Table 2 and so on. Students at the tables are competing as representatives of their teams. The winners at each tournament table bring the same number of points to their teams. Hance high-or low-achievers have equal opportunities to success. At the end of the tournament, the teacher prepares a newsletter to recognize successful teams. CIR and TAI are two other Student Team Learning methods but are designed for particular subjects and grade levels. TAI is designed mathematics at grades 3-6 while CIRC is for reading and writing at grades 3-5 (Tan, Ivy Geok-Chin, dkk. 2006 : 8).  Terjemahan : TGT mirip dengan STAD, tetapi alih-alih kuis, para siswa memainkan permainan akademis yang bersaing dengan individu dengan tingkat kemampuan yang sama. Di turnamen, siswa ditugaskan untuk tiga orang tabel turnamen kemampuan-homogen. Untuk memastikan persaingan yang adil di setiap tabel, tiga siswa dengan skor kinerja tertinggi di masa lalu ditugaskan ke Tabel 1, tiga berikutnya ke Tabel 2 dan seterusnya. Siswa di meja bersaing sebagai perwakilan dari tim mereka. Pemenang di setiap meja turnamen membawa jumlah poin yang sama ke tim mereka. Hance berprestasi tinggi atau rendah memiliki peluang yang sama untuk sukses. Di akhir turnamen, guru menyiapkan buletin untuk mengenali tim yang sukses. CIR dan TAI adalah dua metode Tim Pembelajaran Siswa lainnya tetapi dirancang untuk mata pelajaran dan tingkat kelas tertentu. TAI dirancang matematika di kelas 3-6 sedangkan CIRC untuk membaca dan menulis di kelas 3-5 (Tan, Ivy Geok-Chin, dkk. 2006: 8). 
  
Teams-Games-Tournament, or TGT, optimizes content, mastery through both competition and coorperation. In a TGT lesson, student at different ability levels work together in study teams to review ke content and help each other shore up gaps in their learning. Student then leave their study teams to complete in an academic tournament with students from other study teams. During the tournament, students gain points for their study team by answering questions and challenging other players’ answers. Thus, the study teams that are not cooperative-that do the best job of  preparing all members to succeed in competition-earth most points ( F. Silver, Harvey,dkk. 2007 : 57-58 ). Terjemahan : Teams-Games-Tournament, atau TGT, mengoptimalkan konten, penguasaan melalui kompetisi dan coorperation. Dalam pelajaran TGT, siswa pada tingkat kemampuan yang berbeda bekerja bersama dalam tim belajar untuk meninjau isi dan membantu saling mengisi kesenjangan dalam pembelajaran mereka. Siswa kemudian meninggalkan tim studi mereka untuk menyelesaikan dalam turnamen akademik dengan siswa dari tim studi lainnya. Selama turnamen, siswa mendapatkan poin untuk tim studi mereka dengan menjawab pertanyaan dan menantang jawaban pemain lain. Dengan demikian, tim studi yang tidak kooperatif-yang melakukan pekerjaan terbaik untuk menyiapkan semua anggota untuk berhasil dalam poin paling kompetitif di bumi (F. Silver, Harvey, dkk. 2007: 57-58). 2.1.2 Fungsi Model TGT ( Teams Games Tournament) TGT (team-games-tournaments) ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tersebut, siswa diharapkan mampu mengkontruksi dan menyusun pengetahuan sendiri. Tujuan yang ingin dicapai bukan hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar ( Sari, 2011 : 817-818). 
  
Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran kooperatif  tipe TGT. Model pembelajaran TGT yang dikembangkan oleh Robert Slavin dalam pembelajaran ini, siswa dibagi dalam kelompok kecil, teknik belajar ini menggabungkan kelompok belajar dengan kompetensi tim dan dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan. Pembelajaran dengan model ini akan merangsang keaktifan siswa, sebab siswa dituntut berpartisipasi dalam suatu kelompok untuk berkompetisi menyelesaikan tugas-tugas akademik (Purwati dalam kamariyah, 2016 : 79). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Musyafa dan Djatmiko, 2015 : 372 ). According to Gonzalez and Arturo, et al.,(2014 : 8 – 9) The main objectives of the TGT are:  1. To allow students to practise the material imparted in lectures and bring early awareness of potential difficulties,   2. To emphasize and meet learning outcomes (which the facilitator aligns with team goals when providing the rules for defining the questions),   3. To encourage all students to learn and achieve the learning outcomes if they want their team to succeed. Given that “higher individual score = better team score”, students will like to contribute to the team and work harder.   4. To strengthen the role of the student as a team player, as students will help one another to improve the team performance,   5. To make the learning experience more enjoyable, given that students will see learning as ‘social’ instead of ‘isolated’. In cooperative TGT, the students play academic games with other team members to seek points that will contribute towards group (Veloo, 2016). The TGT strategy brings together group and cooperation in learning. In cooperative learning of TGT type, students with different abilities and sexes are made into a team or group of 4 to 5 students. As one of TGT's cooperative learning strategies is very easy to implement, it involves the activities of all students 
  
without having to distinguish between status differences, involving students as peer tutors, and the existence of reinforcement elements (reinforcement). The ease of implementation of TGT is caused in the absence of supporting facilities that must be available such as equipment or special room. In addition to being easy to implement in its application TGT also involves the activities of all students to obtain the desired concept (Ritonga, 2017 : 121).  Terjemahan : Menurut Gonzalez dan Arturo, dkk., (2014: 8 - 9), Tujuan utama TGT adalah: 1. Untuk memungkinkan siswa untuk mempraktekkan materi yang disampaikan dalam kuliah dan membawa kesadaran awal akan kesulitan yang potensial, 2. Untuk menekankan dan memenuhi hasil pembelajaran (yang fasilitator selaras dengan tujuan tim ketika memberikan aturan untuk mendefinisikan pertanyaan), 3. Untuk mendorong semua siswa untuk belajar dan mencapai hasil pembelajaran jika mereka ingin tim mereka berhasil. Mengingat bahwa "skor individu yang lebih tinggi = skor tim yang lebih baik", siswa akan suka berkontribusi pada tim dan bekerja lebih keras. 4. Untuk memperkuat peran siswa sebagai pemain tim, karena siswa akan saling membantu untuk meningkatkan kinerja tim, 5. Untuk membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan, mengingat bahwa siswa akan melihat belajar sebagai 'sosial' daripada 'terisolasi'. Dalam TGT kooperatif, siswa memainkan permainan akademik dengan anggota tim lain untuk mencari poin yang akan berkontribusi terhadap kelompok (Veloo, 2016). Strategi TGT menyatukan kelompok dan kerja sama dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa dengan kemampuan dan jenis kelamin berbeda dibuat menjadi tim atau kelompok yang terdiri dari 4 hingga 5 siswa. Sebagai salah satu strategi pembelajaran kooperatif TGT sangat mudah dilaksanakan, ini melibatkan kegiatan semua siswa tanpa harus membedakan antara perbedaan status, melibatkan siswa sebagai tutor sebaya, dan keberadaan elemen penguatan (penguatan). Kemudahan implementasi TGT disebabkan karena tidak adanya fasilitas pendukung yang 
  
harus tersedia seperti peralatan atau ruangan khusus. Selain mudah diterapkan dalam penerapannya TGT juga melibatkan kegiatan semua siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan (Ritonga, 2017: 121). The purpose of TGT is to create an effective classroom environment in which all students get actively involved in the teaching and learning process and consistently receive encouragement for a successful performance. The TGT structure exhibits both competition and cooperation in a way that promotes peer group rewards for academic achievement. It is demonstrated by altering the social organization of the classroom in two ways. First, it creates interdependency among students. Second, it makes it possible for all students, despite different learning rates, to have an equal chance to succeed at an academic task. TGT provides a flexible design which can be implemented for individualized learning, independent learning, and group instruction. Its focus is on individual performance, which in turn contributes to group performance.  ( Yopita,2017 : 23 ). Terjemahan : Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif di mana semua siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT menunjukkan persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Ini ditunjukkan dengan mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa, meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil pada tugas akademis. TGT menyediakan desain yang fleksibel yang dapat diimplementasikan untuk pembelajaran individual, pembelajaran mandiri, dan instruksi kelompok. Fokusnya adalah pada kinerja individu, yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada kinerja kelompok. (Yopita, 2017: 23). 2.1.3 Unsur-unsur model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournament) 1. Langkah – langkah Model TGT ( Teams Games Tournament) 
  
Menurut Sutirman (2013) dalam solihah (2016 : 48-49), langkah-langkah model pembelajaran TGT ialah:  a. Persentasi materi Pada awal pembelajaran guru hendaknya memberikan motivasi, apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru menyampaikan materi pelajaran yang sesuai dengan indikator kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Penyampaian materi dapat secara langsung melalui ceramah oleh guru, dapat pula dengan paket media pembelajaran audiovisual yang berisi materi yang sesuai.  b. Pembentukan kelompok Setelah materi disampaikan oleh guru di depan kelas, selanjutnya dibentuk kelompok-kelompok siswa. Kelompok terdiri dari 4-5 orang yang bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas lainnya untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Kesuksesan setiap anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan kelompok.  c. Game turnamen Setelah siswa belajar dan berdiskusi dalam kelompok, selanjutnya dilakukan permainan lomba (turnamen) yang bersifat akademik untuk mengukur penguasaan materi oleh siswa. Permainan yang dilakukan adalah semacam lomba cerdas cermat, dengan peserta perwakilan dari setiap kelompok. Soal dapat diberikan dalam bentuk pertanyaan lisan atau dalam bentuk kartu soal yang dipilih secara acak. Teknis pelaksanaan permainan turnamen ini adalah dimulai dengan guru merangking siswa dalam setiap kelompok. Selanjutnya menyiapkan meja turnamen sebanyak jumlah anggota dalam kelompok. Jika tiap kelompok beranggotakan 4 orang, maka disiapkan empat meja. Meja pertama diisi oleh siswa dengan rangking pertama di setiap kelompok, meja kedua diisi oleh siswa dengan rangking kedua di setiap kelompok, meja ketiga diisi oleh siswa dengan rangking ketiga di setiap kelompok, meja keempat diisi oleh siswa dengan rangking empat di setiap kelompok. Setiap siswa dapat berpindah meja berdasarkan prestasi yang diperolehnya pada turnamen. Siswa yang memperoleh nilai tertinggi pada setiap meja naik ke meja yang lebih tinggi 
  
tingkatnya. Siswa yang peringkat kedua tetap di meja semula, sedangkan siswa dengan nilai terendah turun ke meja yang lebih rendah tingkatnya.  d. Penghargaan kelompok  Perolehan skor anggota kelompok dirata-rata menjadi skor kelompok. Individu dan kelompok yang mencapai kriteria skor tertentu mendapat penghargaaan.  Menurut Slavin dalam Sunarto (2010:62-63).,pembelajaran koopratif tipe TGT terdiri atas 5 langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), pembelajaran dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan(tournament), dan perhargaan kelompok(team recognition). Berdasarkan apa yang di ungkakan oleh slavin, model pembelajaran cooperative tipe TGT memili ciri-ciri berikut : 
a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil Siswa di tempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan,jenis kelamin,dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. b. Games tounamen Dalam permainan ini setiap siswa yang besaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang memilki kelompoknya, masing-masing di tempatkan dalam meja-meja turnamen. Dalam setiap meja turnamen di usahankan setiap peserta mogen.  c. Penghargaan kelompok  Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rata-rata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. According to Soetjipto (2013) in Frianto, et al.,(2016 : 75), Team Game Tournament procedure is as follows  :  1. teachers divide students into groups of 4-5 heterogeneous students;  
  
2. in the tournament table, students are grouped according to the respective ability level;  3. students occupy the tournament table guided judges and auxiliary judges;  4.  carry out the tournament;  5. scoring. Terjemahan : Menurut Soetjipto (2013) dalam Frianto, dkk (2016: 75), prosedur Team Game Tournament adalah sebagai berikut  1. guru membagi siswa ke dalam kelompok 4-5 siswa heterogen;  2. di meja turnamen, siswa dikelompokkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing; 3. siswa menduduki meja turnamen memandu hakim dan hakim tambahan;  4. melaksanakan turnamen;  5. penilaian. According to Gonzalez and Arturo, et al.,(2014 : 9), A TGT is organised to facilitate sharing of those questions among students as follows:  1. The facilitator introduces the topic in lectures. This introduction lays the basis for the partial or full accomplishment of a learning outcome.  2. Students work in small teams to prepare questions and their answers related to the topic and in agreement with specific guidelines provided by the facilitator that aim to meet the learning outcome.  3. Students answer questions proposed by other team.  4. Students are assigned scores according to their individual performance (quality of proposed questions and accuracy of answers) and their team performance (based on how their answers compared to answers by other team). Terjemahan : Menurut Gonzalez dan Arturo,dkk, (2014: 9), TGT diatur untuk memfasilitasi berbagi pertanyaan-pertanyaan di antara siswa sebagai berikut: 1. Fasilitator memperkenalkan topik dalam kuliah. Pengenalan ini meletakkan dasar bagi pencapaian hasil pembelajaran parsial atau penuh. 
  
2. Siswa bekerja dalam tim kecil untuk mempersiapkan pertanyaan dan jawaban mereka terkait dengan topik dan sesuai dengan pedoman khusus yang disediakan oleh fasilitator yang bertujuan untuk memenuhi hasil pembelajaran. 3. Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh tim lain. 4. Siswa diberi nilai sesuai dengan kinerjanya masing-masing (kualitas pertanyaan yang diajukan dan akurasi jawaban) dan kinerja tim mereka (berdasarkan bagaimana jawaban mereka dibandingkan jawaban oleh tim lain). According to Ritonga ( 2017 : 121 – 122), Steps in the Implementation of Cooperative Learning TGT Type (Teams Games Tournament).According to Etin and Raharjo (2007: 20) in general there are 5 main components in the application of TGT model, they are:  1. Class Presentations At the beginning of the lesson, the teacher presents the material in class presentation or often also called class presentation. This activity is usually done by direct instruction or by a teacher-led lecture. At the time of presenting this class, the student should really pay attention and understand the material presented by the teacher, as it will help the students work better during group work and at the time of game because game score will determine group score.  2. Group (Teams) Groups usually consist of 4 to 5 students whose members are heterogeneous in terms of academic achievement, gender and race or ethnicity. The group function is to deepen the material with the group's friends and more specifically to prepare the group members to work properly and optimally during game. After the teacher presents the class presentation, the group (team or study group) is in charge of studying the worksheet. In this group learning the students' activities are discussing problems, comparing answers, checking, and correcting the mistakes of their friend's concepts if a group friend made a mistake.  3. Games  The game consists of questions relevant to the material, and is designed to test students' knowledge of classroom presentation and group learning. Most games consist of simple numbered questions. This game is played on the table of the tournament or race by 3 students representing the team or group respectively. The student selects the numbered card and tries 
  
to answer the question according to the number. Students who correctly answer the question will get a score. These scores are later collected students for a tournament or weekly race.  4. Tournament or Contest  Tournaments or competitions are learning structures, where games happen. Usually tournaments or competitions are done at the end of the week or on each unit after the teacher makes a class presentation and the group is already working on the student worksheet. The teacher's first tournament or contest divides the students into several tournament or race tables. The three highest students of his achievement are grouped on table I, the next three students on table II and beyond.  5. Group Award (Team Recognition) After the tournament or race ends, the teacher then announces the winning group, each team or group will get a certificate or prize if the average score meets a predetermined criteria. Team or group gets the nickname "Super Team" if the average score 50 or more, "Great Team" if the average reaches 50-40 and "Good Team" if the average less than 40. This can please the students for the achievements they have made. Terjemahan : Menurut Ritonga (2017: 121 - 122), Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) .Menurut Etin dan Raharjo (2007: 20) secara umum ada 5 komponen utama dalam penerapan model TGT, mereka: 1. Presentasi Kelas Pada awal pelajaran, guru menyajikan materi dalam presentasi kelas atau sering juga disebut presentasi kelas. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan instruksi langsung atau oleh ceramah yang dipimpin guru. Pada saat menyajikan kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disajikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik selama kerja kelompok dan pada saat permainan karena skor pertandingan akan menentukan skor grup. 2. kelompok, Kelompok biasanya terdiri dari 4 hingga 5 siswa yang anggotanya heterogen dalam hal prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi kelompok adalah memperdalam materi dengan teman-teman kelompok dan 
  
lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok agar berfungsi dengan baik dan optimal selama pertandingan. Setelah guru menyajikan presentasi kelas, kelompok (tim atau kelompok belajar) bertugas mempelajari lembar kerja. Dalam kelompok ini belajar aktivitas siswa mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan mengoreksi kesalahan konsep teman mereka jika teman grup membuat kesalahan. 3. Permainan, Permainan ini terdiri dari pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa tentang presentasi kelas dan pembelajaran kelompok. Kebanyakan permainan terdiri dari pertanyaan bernomor sederhana. Game ini dimainkan di meja turnamen atau lomba oleh 3 siswa yang mewakili tim atau grup masing-masing. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan skor. Skor ini kemudian dikumpulkan siswa untuk turnamen atau balapan mingguan. 4. Turnamen atau Kontes Turnamen atau kompetisi adalah struktur pembelajaran, tempat permainan terjadi. Biasanya turnamen atau kompetisi dilakukan pada akhir minggu atau di setiap unit setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok sudah bekerja pada lembar kerja siswa. Turnamen atau kontes pertama guru membagi siswa menjadi beberapa turnamen atau tabel balapan. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan dalam tabel I, tiga siswa berikutnya pada tabel II dan seterusnya. 5. Group Award (Team Recognition) Setelah turnamen atau balapan berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok pemenang, setiap tim atau kelompok akan mendapatkan sertifikat atau hadiah jika skor rata-rata memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Tim atau grup mendapat julukan "Super Team" jika skor rata-rata 50 atau lebih, "Great Team" jika rata-rata mencapai 50-40 dan "Good Team" jika rata-rata kurang dari 40. Ini dapat menyenangkan para siswa untuk pencapaian mereka telah membuat. Killen, Roy. (2006: 197), TGT was Slavin’s original version of co_operation learning ( DelVries dan Slavin, 1978). It similar to STAD in that you present information to learnes and then they help one another learn. The different is that the quinezzes are replaced with tournaments in which learnes 
  
compete with members of other teams in order to gain points for their home team. To use this strategy you would follow these steps : 1. Follow steps 1 to 5 that STAD approach. 2. While the learnes are learning in their groups, review your records of their learning progress over the past few lesson so that you can classify each  learner as low, medium or high achiver at this time and for this  aspect of their learning. (Remember the ORE principle that learnes learn at different rates and in different ways and do not fall into the trap of thinking that a learner lacks ability simply because she/he is behind the learning of other members of the class at this time.) 3. When is time to check on what the learnes have learned, select three at a time for the ‘tournament’. The tree learnes should be from the same category ( low, medium or high achievers), but from different groups. 4. Pose a series of questions ( perharps four) to the ‘contestans’ who will be trying to be the first to answer (just like a quiz show on TV) 5. At the end of the round (after four questions, or more if you need a ‘tie breaker’) the winner earms one point for his/her team regardless of how many questions they answered correctly or how difficult the questions were. Terjemahan : Killen, Roy, (2006: 197), TGT adalah versi pembelajaran kooperatif Slavin (DelVries dan Slavin, 1978). Ini mirip dengan STAD di mana Anda menyajikan informasi untuk belajar dan kemudian mereka saling membantu belajar. Perbedaannya adalah quinezzes diganti dengan turnamen di mana peserta belajar berkompetisi dengan anggota tim lain untuk mendapatkan poin bagi tim tuan rumah mereka. Untuk menggunakan strategi ini, Anda akan mengikuti langkah-langkah berikut: 1. Ikuti langkah 1 hingga 5 yang pendekatan STAD. 2. Sementara para siswa belajar dalam kelompok mereka, tinjau catatan Anda tentang kemajuan belajar mereka selama beberapa pelajaran terakhir sehingga Anda dapat mengklasifikasikan setiap pelajar sebagai makhluk rendah, sedang atau tinggi pada saat ini dan untuk aspek pembelajaran mereka. (Ingat prinsip ORE yang belajar belajar pada tingkat yang berbeda dan dengan cara yang 
  
berbeda dan tidak jatuh ke dalam perangkap berpikir bahwa pembelajar tidak memiliki kemampuan hanya karena dia berada di belakang pembelajaran anggota lain dari kelas saat ini.) 3. Kapan waktu untuk memeriksa apa yang telah dipelajari siswa, pilih tiga pada saat untuk 'turnamen'. Pohon belajar harus berasal dari kategori yang sama (rendah, menengah atau tinggi yang berprestasi), tetapi dari kelompok yang berbeda. 4. Ajukan serangkaian pertanyaan (perharps empat) kepada ‘kontestan’ yang akan mencoba menjadi yang pertama menjawab (seperti acara kuis di TV) 5. Pada akhir putaran (setelah empat pertanyaan, atau lebih jika Anda membutuhkan ‘tie breaker’), pemenang memberikan satu poin untuk timnya terlepas dari berapa banyak pertanyaan yang mereka jawab dengan benar atau seberapa sulit pertanyaannya. Feed teacher Toni Johnson uses Teams-Games-Tournaments to help students master content and review before unit test. Currently, Toni and her students are nearing the end of a unit a Freench geography and culture. For the tournament, Toni prepares the following materials ( F. Silver, Harvey,dkk. 2007 : 57-58 ). • Several decks of question cards. Each deek contains the same. 35 question cardsin four separate categories: geography; cultural customs and heritage ; conjugation ; and translation;  • A corresponding answer sheet, with answers cued by number to each question card • A review and study worksheet focused on the content of the tournament to help students prepare for the competition  Terjemahan : Pakan guru Toni Johnson menggunakan Teams-Games-Tournaments untuk membantu siswa menguasai konten dan meninjau sebelum tes unit. Saat ini, Toni dan murid-muridnya mendekati akhir sebuah unit geografi dan budaya Freench. Untuk turnamen, Toni menyiapkan materi-materi berikut (F. Silver, Harvey, dkk. 2007: 57-58). 
  
• Beberapa setumpuk kartu soal. Setiap deek mengandung hal yang sama. 35 kartu pertanyaan dalam empat kategori terpisah: geografi; budaya dan warisan budaya; konjugasi; dan terjemahan • Lembar jawaban yang sesuai, dengan jawaban yang diberi nomor ke setiap kartu pertanyaan • Sebuah pustaka dan lembar kerja studi terfokus pada isi dari turnamen untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk kompetisi Team Game Tournament  adalah salah satu tipe pembelajaran cooperative yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan , maka anggota kelompokyang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru (Husdarta, dkk. 2017 : 195).  Dalam permainan akademik siswa akan dibagi-bagi dalam meja-meja tournament, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompokny masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta  diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu (Husdarta, dkk. 2017 : 195). 
  
Sebelum turnamen dimulai, guru mererangkan secara ringkas konsepkonsep pembelajarannya. Tahap selanjutnya adalah pembentukan kelompok secara heterogen, dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setiap kelompok bertugas untuk mendalami materi secara bersauru berfungsi sebagai fasilitator dan mediator. Setelah selesai diskusi, siswa ditugaskan pada mejameja tournament atau pertandingan untuk 3 sampai 4 siswa yang memiliki kemampuan akademis yang hampIr sama (Mariyangningsih,2018:48-49). 2. Sistem Sosial  Menurut Warsiman (2016: 58)  sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Adapun sistem sosial pada model Teams Games Tournament (TGT) menurut Sutirman (2013) dalam solihah (2016 : 48-49) yaitu pembentukan kelompok. Kelompok terdiri dari 45 orang yang bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun lainnya. Siswa di tempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan,jenis kelamin,dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran ( Slavin dalam Sunarto, 2010:62). 
3. Prinsip Aksi Reaksi Menurut Warsiman (2016: 59) prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku guru dalam mengendalikan jalannya proses pembelajaran berlangusng. Prinsip reaksi merupakan hal terpenting yang harus diemban oleh seorang guru. Guru harus melakukan suatu tindakan agar kegiatan di kelas dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain. Proses pembelajaran dalam model TGT lebih berpusat pada siswa. Menurut Kurniasih, (2012) dalam solihah (2016 : 47) Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau metode pembelajaran kooperatif yang mudah di terapkan, 
  
melibatkan aktivitas seluruh siswa  tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Dengan pembelajaran seperti itu  menurut Sari ( 2011 : 817-818) Pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. 4. Sistem Pendukung Menurut Warsiman (2016: 59) penunjang keberhasilan pembelajaran merupakan segala sesuatu yang menjadi bagian dari pembelajaran proses pembelajaran. Unsur-unsur penunjang tersebut berupa alat-alat, bahan, dan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Segala sesuatu yang diperlukan untuk mendorong proses pembelajaran diupayakan untuk dipenuhi. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan , maka anggota kelompokyang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru (Husdarta, dkk. 2017 : 195). Sistem pendukung juga dapat berupa meja turnamen seperti menurut Sutirman dalam solihah (2016 : 48-49), Teknis pelaksanaan permainan turnamen ini adalah dimulai dengan guru merangking siswa dalam setiap kelompok. Menyiapkan meja turnamen sebanyak jumlah anggota dalam kelompok. Jika tiap kelompok beranggotakan 4 orang, maka disiapkan empat meja. Meja pertama diisi oleh siswa dengan rangking pertama di setiap kelompok, meja kedua diisi oleh siswa dengan rangking kedua di setiap kelompok, meja ketiga diisi oleh siswa dengan rangking ketiga di setiap kelompok, meja keempat diisi oleh siswa dengan rangking empat di setiap kelompok. Setiap siswa dapat berpindah meja berdasarkan prestasi yang diperolehnya pada turnamen. Feed teacher Toni Johnson uses Teams-Games-Tournaments to help students master content and review before unit test. Currently, Toni and her 
  
students are nearing the end of a unit a Freench geography and culture. For the tournament, Toni prepares the following materials ( F. Silver, Harvey,dkk. 2007 : 57-58 ). • Several decks of question cards. Each deek contains the same. 35 question cardsin four separate categories: geography; cultural customs and heritage ; conjugation ; and translation;  • A corresponding answer sheet, with answers cued by number to each question card • A review and study worksheet focused on the content of the tournament to help students prepare for the competition  Terjemahan :  Guru Toni Johnson menggunakan Teams-Games-Tournaments untuk membantu siswa menguasai konten dan meninjau sebelum tes unit. Saat ini, Toni dan murid-muridnya mendekati akhir sebuah unit geografi dan budaya Freench. Untuk turnamen, Toni menyiapkan materi-materi berikut (F. Silver, Harvey, dkk. 2007: 57-58). • Beberapa setumpuk kartu soal. Setiap deek mengandung hal yang sama. 35 kartu pertanyaan dalam empat kategori terpisah: geografi; budaya dan warisan budaya; konjugasi; dan terjemahan • Lembar jawaban yang sesuai, dengan jawaban yang diberi nomor ke setiap kartu pertanyaan • Sebuah pustaka dan lembar kerja studi terfokus pada isi dari turnamen untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk kompetisi 2.1.4 Roles of the Facilitator (teacher) in TGT ( Teams Games Tournament) / Peran guru sebagai fasilitator dalam TGT ( Teams Games Tournament) According to Gonzalez and Arturo, et al., (2014 : 12-13), The roles of the facilitator include:  1. To provide a prior knowledge in lectures that serves the basis for the topic to be dealt with in the respective matches.  2. To get the tournament started, to establish and to clarify rules and concepts.  3. To contribute to integrate members of each team, promote participation and commitment and relieve any strain within or between teams.  
  
4. To encourage and support teams and act as a source of information available to the students. 5. To act as a referee during the game, i.e., to decide if a question is valid or not. A significant difference with other approaches is that questions are proposed by the students, which can lead to a number of conflicts such as the possibility of the question being unclear, incomplete, inappropriate or not achievable within the allocated time.   6. To decide the outcome of a match, i.e., if an answer by a team is better, equal or worse than the answer by a second team. The facilitator will judge questions and answers on the basis of clarity, complexity, and level of understanding and reflection. In this process, it will become possible to compare the student’s perception of what is important and what is not, to that of the facilitator. The facilitator will be able to evaluate if the right thing has been transmitted.   7. To provide feedback to the teams. Selected games including questions and corrected answers (signalling typical errors) will be scanned and uploaded online and discussed in lectures. Only the  names of those students that score are revealed to emphasize their contribution to the team. 8. To keep accurate and periodic records of individual performances.  9. To recognize team scores in form of an updated classification table. Following a match, the table is uploaded and made available online and eventually reported in lectures. Terjemahan : Menurut Gonzalez dan Arturo, dkk., (2014: 12-13), Peran fasilitator meliputi: 1. Untuk memberikan pengetahuan sebelumnya dalam kuliah yang melayani dasar untuk topik yang akan dibahas dalam pertandingan masing-masing. 2. Untuk memulai turnamen, untuk menetapkan dan mengklarifikasi aturan dan konsep. 3. Untuk berkontribusi dalam mengintegrasikan anggota masing-masing tim, meningkatkan partisipasi dan komitmen serta mengurangi ketegangan di dalam atau di antara tim. 
  
4. Untuk mendorong dan mendukung tim dan bertindak sebagai sumber informasi yang tersedia bagi para siswa. 5. Bertindak sebagai wasit selama pertandingan, yaitu, untuk memutuskan apakah suatu pertanyaan valid atau tidak. Perbedaan yang signifikan dengan pendekatan lain adalah bahwa pertanyaan diajukan oleh siswa, yang dapat menyebabkan sejumlah konflik seperti kemungkinan pertanyaan menjadi tidak jelas, tidak lengkap, tidak pantas atau tidak dapat dicapai dalam waktu yang dialokasikan. 6. Untuk memutuskan hasil pertandingan, yaitu, jika jawaban oleh tim lebih baik, sama atau lebih buruk daripada jawaban oleh tim kedua. Fasilitator akan menilai pertanyaan dan jawaban atas dasar kejelasan, kompleksitas, dan tingkat pemahaman dan refleksi. Dalam proses ini, akan mungkin membandingkan persepsi siswa tentang apa yang penting dan apa yang tidak, dengan fasilitator. Fasilitator akan dapat mengevaluasi apakah hal yang benar telah ditransmisikan. 7. Untuk memberikan umpan balik kepada tim. Permainan yang dipilih termasuk pertanyaan dan jawaban yang dikoreksi (menandakan kesalahan yang khas) akan dipindai dan diunggah secara online dan dibahas dalam kuliah. Hanya itu nama-nama siswa yang skor diturunkan untuk menekankan kontribusi mereka kepada tim. 8. Untuk menyimpan catatan kinerja individu yang akurat dan berkala. 9. Untuk mengenali skor tim dalam bentuk tabel klasifikasi yang diperbarui. Setelah pertandingan, tabel diunggah dan tersedia online dan akhirnya dilaporkan dalam kuliah. 2.1.5 Kelebihan dan kelemahan Model TGT ( Teams Games Tournament) Menurut Suarjana (2000) dalam Ekocin (2011) dalam solihah (2016 : 49) menyatakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di antaranya:  (a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas,  (b) mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu,  (c) dengan waktu yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam,  
  
(d) proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa,  (e) motivasi belajar lebih tinggi, serta  (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.  kooperatif tipe TGT unggul dalam membantu siswa memahami konsepkonsep sulit. Pembelajaran kooperatif juga memberikan efek terhadap sikap perbedaan antar-individu baik ras maupun ragam budaya ( Wiwit, dkk, 2012 : 72). According to Gonzalez and Arturo, et al.,(2014 : 17 - 18), Compared to a traditional tutorial format as described before, in the proposed TGT format:  1. Students are more focused and interact more. In the 1st match, the facilitator noticed more discussion among the 3rd year’ students than the more mature 4th year’s, although, overall, students worked rather individually, doing their own thing, without paying too much attention to their team mates. In the 2nd and further matches, the attitude changed, and students shared knowledge with their peers and supported each other significantly. This is in agreement with previous research that indicates a minimum period of exposure to CL is necessary before becoming efficient in developing critical thinking and social skills [34, 35]. Initially, it could have been thought that those teams composed of only Civil Engineering students or only Structural Engineers with Architecture would perform better than more academically heterogeneous teams given that they knew each other longer and probably worked together in the past. The latter could have been a trigger to experience the positive effects of CL from an early start. However, there was a close competition without a team that clearly stood above the others.   2. Students are more enthusiastic and appear to enjoy more themselves. After completing a session they would let us know they were looking forward to the results of the matches or an anecdotic “Good Game!” would be pointed by a student to a student of other team. From the 2nd match onwards, students appear relaxed and often make their opponents smile on the challenge they are confronting them with.  3. There is a higher level of participation and commitment. All students participate and they do it in an original way, proposing a different question and 
  
answer. They do so as they are aware otherwise they or their team will not be rewarded and assessed positively. In traditional tutorials involving group work, the danger of having a reduced number of people doing most of the work is considerably higher.  4. A valuable and relatively large database of questions and corrected answers (including typical errors or misconceptions) is generated and made available online to all students. This database is a relative measure of how far critical thinking and level of reflection has been developed compared to other. approaches with fixed questions and answers. Terjemahan : Menurut Gonzalez dan Arturo, dkk., (2014: 17 - 18), Dibandingkan dengan format tutorial tradisional seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam format TGT yang diusulkan: 1. Siswa lebih fokus dan berinteraksi lebih banyak. Pada pertandingan pertama, fasilitator memperhatikan lebih banyak diskusi di antara siswa tahun ke-3 daripada tahun keempat yang lebih dewasa, meskipun, secara keseluruhan, siswa bekerja lebih individual, melakukan hal mereka sendiri, tanpa terlalu memperhatikan rekan tim mereka. Pada pertandingan kedua dan selanjutnya, sikap berubah, dan siswa berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan mereka dan saling mendukung secara signifikan. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan periode minimum paparan CL diperlukan sebelum menjadi efisien dalam mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan sosial [34, 35]. Awalnya, bisa saja berpikir bahwa tim-tim yang terdiri dari hanya mahasiswa Teknik Sipil atau hanya Insinyur Struktural dengan Arsitektur akan melakukan lebih baik daripada tim yang lebih heterogen secara akademis mengingat bahwa mereka saling mengenal lebih lama dan mungkin bekerja sama di masa lalu. Yang terakhir bisa menjadi pemicu untuk mengalami efek positif dari CL sejak awal. Namun, ada persaingan ketat tanpa tim yang jelas berdiri di atas yang lain. 2. Siswa lebih antusias dan tampak menikmati diri mereka sendiri. Setelah menyelesaikan sesi, mereka akan memberi tahu kami bahwa mereka menantikan hasil pertandingan atau anekdot "Good Game!" Akan ditunjukkan 
  
oleh seorang siswa kepada siswa dari tim lain. Dari pertandingan ke-2 dan seterusnya, siswa tampak santai dan sering membuat lawan mereka tersenyum pada tantangan yang mereka hadapi. 3. Ada tingkat partisipasi dan komitmen yang lebih tinggi. Semua siswa berpartisipasi dan mereka melakukannya dengan cara yang asli, mengajukan pertanyaan dan jawaban yang berbeda. Mereka melakukannya karena mereka sadar kalau tidak mereka atau tim mereka tidak akan dihargai dan dinilai positif. Dalam tutorial tradisional yang melibatkan kerja kelompok, bahaya berkurangnya jumlah orang yang melakukan sebagian besar pekerjaan jauh lebih tinggi. 4. Database pertanyaan yang berharga dan relatif besar dan jawaban yang dikoreksi (termasuk kesalahan atau miskonsepsi yang khas) dihasilkan dan tersedia online untuk semua siswa. Database ini adalah ukuran relatif dari seberapa jauh pemikiran kritis dan tingkat refleksi telah dikembangkan dibandingkan dengan yang lain. pendekatan dengan pertanyaan dan jawaban yang tetap. As quoted from DeVries (1980: 5), TGT works for several reasons as a teaching technique. First, it capitalizes on the cooperative aspects of small groups, the motivational nature of instructional games, the competitive spirit of tournaments and the students’ familiarity with all of these. Second TGT is inexpensive. It does not require costly materials or special facilities. TGT uses only materials and equipment available in most schools – even those whose budgets are limited and it is at home in any kind of physical classroom structure. Third, TGT is easy to implement. It is designed to be used in 30-to-45-minute class periods, in any subject, with elementary and secondary school students, in conventional and experimental classroom arrangements ( Yopita, 2017 : 23 ). Terjemahan : Seperti dikutip dari DeVries (1980: 5), TGT bekerja untuk beberapa alasan sebagai teknik mengajar. Pertama, ia mengkapitalisasi pada aspek kooperatif dari kelompok-kelompok kecil, sifat motivasi dari permainan instruksional, semangat kompetisi turnamen dan keakraban siswa dengan semua ini. TGT kedua tidak mahal. Tidak membutuhkan material mahal atau fasilitas khusus. TGT hanya 
  
menggunakan bahan dan peralatan yang tersedia di sebagian besar sekolah - bahkan mereka yang anggarannya terbatas dan berada di rumah dalam bentuk struktur kelas fisik apa pun. Ketiga, TGT mudah diterapkan. Ini dirancang untuk digunakan dalam periode kelas 30 hingga 45 menit, dalam mata pelajaran apa pun, dengan siswa sekolah dasar dan menengah, dalam pengaturan kelas konvensional dan eksperimental (Yopita, 2017: 23). Penggunaan media pembelajaran dalam games turnamen dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Keunggulan media permainan sebagai media pembelajaran adalah dapat menciptakan suasana yang lebih mendorong siswa dalam berpratisipasi aktif untuk belajar, dapat menciptakan komunikasi timbal balik langsung, serta menarik untuk dilakukan karena didalamnya ada unsur kompetisi. Model pembelajaran komperatif tipe TGT dengan menggunakan permainan multimedia cocok digunakan sebagai model dan media pembelajaran ekonomi kompetensi dasar menjelaskan konsep permintaan dan penawaran uang yang tidak hanya membuttuhkan hafalan, tetapi juga membutuhkan pemahaman dan analisis siwa (Yulhendri dan Syofyan. 2016 : 58-59). Di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis, serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada temannya (Suarjana dalam Ekocin  dalam solihah , 2016 : 49) 2.2 kajian kritis TGT adalah teknik pengajaran kelompok kecil yang inovatif. Metode ini didasarkan pada teori saat ini, berlaku untuk beragam masalah dan pengaturan, dan memberikan kriteria yang jelas untuk mengevaluasi efek program. Teknik ini mengubah struktur kelas tradisional dan memberikan setiap siswa kesempatan yang sama untuk mencapai dan menerima penguatan positif dari rekan-rekan dengan memanfaatkan kerjasama tim, popularitas permainan, dan semangat turnamen kompetitif. Selama turnamen, siswa mendapatkan poin untuk tim studi mereka dengan menjawab pertanyaan dan menantang jawaban pemain lain. Dengan demikian, tim studi yang tidak kooperatif - yang melakukan pekerjaan terbaik untuk 
  
menyiapkan semua anggota untuk berhasil dalam poin paling kompetitif di bumi. Ini mirip dengan STAD di mana Anda menyajikan informasi untuk belajar dan kemudian mereka saling membantu belajar. Perbedaannya adalah quinezzes diganti dengan turnamen di mana peserta belajar berkompetisi dengan anggota tim lain untuk mendapatkan poin bagi tim tuan rumah mereka. TGT cocok untuk jenis yang sama dari materi pelajaran dan hasil belajar sebagai STAD. Ini membutuhkan lebih banyak organisasi daripada STAD, tetapi bisa sangat memotivasi untuk belajar. Variasi untuk TGT adalah agar peserta menyelesaikan satu sama lain sebagai tim daripada sebagai individu - tim mencoba untuk menjadi yang pertama menjawab pertanyaan. Ini wajan terbaik ketika tiga tidak banyak perbedaan dalam kemampuan dan kemajuan belajar dari belajar di kelas, sebaliknya itu menjadi didominasi oleh orang yang berprestasi tinggi. TGT mirip dengan STAD, tetapi alih-alih kuis, para siswa memainkan permainan akademis yang bersaing dengan individu dengan tingkat kemampuan yang sama.     
         
BAB III PENUTUP 
3.1 kesimpulan Berdasarkan pembahsan di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran TGT adalah strategi pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang siswa yang memiliki tingkat kemampuan 
  
yang berbeda, dimulai dari guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta menyajikan materi, dan siswa bekerja serta saling membantu dalam kelompok masing-masing untuk menyelesaikan tugas atau memahami materi pelajaran dengan bimbingan guru, dan di akhir pembelajaran diadakan turnamen untuk memastikan seluruh siswa menguasai materi pelajaran. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi-bagi dalam meja-meja tournament, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompokny masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta  diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di antaranya: lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, dengan waktu yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam,  proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, motivasi belajar lebih tinggi, serta mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.  Di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis, serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada temannya. 3.2 Saran  Model pembelajaran merupakan komponen yang penting dalam proses belajar dan pembelajaran, karena minat siswa dalam belajar tergantung dengan bagaimana guru tersebut menyampaikan materi yang diajarkannya. Oleh karena itu, 
  
sebaiknya pendidik memilih dengan bijak dengan mempertimbangkan beberapa factor untuk memilih model pembelajaran yang akan menjadi dasar dalam menyampaikan materi pembelajarannya.              
DAFTAR PUSTAKA  
E. Slavin, Robert.1996. Education For All . Lisse: Swets & Zeitlinger F. Silver, Harvey,dkk. 2007. The Strategic Teacher. America : United States of America Frianto, et al. 2016. The Implementation of Cooperative Learning Model Team Game Tournament and Fan N Pick To Enhance Motivation and Social Studies Learning Outcomes. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS).Volume 21, Issue 5. e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN: 2279-0845. Gonzalez and Arturo, et al. 2014. Multi-faceted Impact of a Team Game Tournament on the Ability of the Learners to Engage and Develop their Own Critical Skill Set. International Journal of Engineering Education. 30 (5): 12131224. Husarda, dkk. 2017. Proseding Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2017. Sumedang : UPI Sumedang Press    
  
Kamariyah, E.I. 2006. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains. Vol. 4, No. 1. p-ISSN : 23379820. Killen, Roy.2006. Effective Teaching Strategies . Newscastle : Cengage Learning Australia Musyafa, W.N. dan Djatmiko, R.D. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Teknik Pegelasan. E-Jurnal Pendidikan Teknik Mesin. Volume 3, Nomor 5. Nining Mariyaningsih dan Mistiya Hidayati. 2018. Bukan Kelas Biasa Teori dan Praktik Berbagai Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi Pembelajaran di Kelas-kelas  Inspiratif.Surakarta: CV KEKATA GROUB. Rosyana, W., dan Mulyani, S., dkk. 2014. Pembelajaran Model TGT (Teams Games Tournament) Menggunakan Media Permainan Monopoli dan Permainan Ular Tangga Pada Materi Pokok Sistem Koloid Ditinjau dari Kemampuan Memori Kelas XI SMA Negeri 1 Sragen Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 2. Ritonga, M.N. 2017. Application Of Team Games Tournament To Increase Students’ Knowledge In National Economic Of Indonesia. Asian Journal of Management Sciences & Education. Vol. 6(4). ISSN: 2186-845X. ISSN:  2186-8441. Solihah, ai. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal SAP. Vol. 1. No. 1. ISSN: 2527-967X. Salam, A., and Hossain, A. 2015. Effects of using Teams Games Tournaments (TGT) Cooperative Technique for Learning Mathematics in Secondary Schools of Bangladesh. Malaysian Online Journal of Educational Technology. Volume 3. Issue 3. Sari, E.A. 2011. Penerapan Model TGT (Teams-Games-Tournaments) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas X-B SMA Ma’arif Pandaan-Pasuruan Tahun Ajaran 2008/2009. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2.  
  
Sunarto, dkk. 2010. Pakematik Strategi Pembelajaran Inofavatif Berbasis TIK. Jakarta : Elek Media Komputindo. Tan, Ivy Geok-Chin, dkk. 2006. Group Investigation and Student Learning. Singapore : Marshall Cavendis Academic. Titi Huriah. 2018. Metode Student Center Learning Aplikasi pada Pendidikan Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta : Prenademia Grub. Warsiman. 2016. Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis . Malang : Universitas Brawijaya Press. Wiwit., dkk. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan dan Tanpa Penggunaan Media Animasi  Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Negeri 9 Kota Bengkulu. Jurnal Exacta, Vol. X No. 1. ISSN 1412-3617. Wodarski, John.S, dkk . 2015.Evidence – infrormed Assessment and Practicein Child Welfare. USA : Springer. Yovita, Diania. 2017. Young Learners’ Achievement Towards The Use Of TeamGames-Tournament (TGTt) Technique and Flashcards Teaching Technique In Learning Grammar. Magister Scientiae - ISSN: 0852-078X  20   Edisi No. 41. Yuhendri dan Rita Sofyan. 2016. Pendidikan Ekonomi untuk Sekolah Menengah. Jakarta : KENCANA.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL INQUIRY

MAKALAH MODEL PBL (PROBLEM-BASED LEARNING)”

MAKALAH REMEDIAL